PT Rifan Financindo – Sempat Dibanting, Emas Balik ke US$ 1.900


PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG – Kabar stimulus fiskal jilid II di Amerika Serikat (AS) menjadi angin segar untuk pasar emas. Harga logam kuning yang sudah tertekan sejak Agustus kini punya prospek menguat lagi.

harga logam mulia emas di arena pasar spot menguat 0,12% dibanding posisi penutupan perdagangan kemarin. Emas dipatok di US$ 1.878,7/troy ons pada 08.30 WIB.

Pemicu kenaikan harga emas belakangan ini adalah kabar terkait stimulus baik moneter maupun fiskal.Dari sisi moneter, bank sentral paling berpengaruh di dunia yakni Federal Reserves (the Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di kisaran zero lower bound (ZLB).

Sang ketua the Fed Jerome Powell bahkan menegaskan suku bunga acuan tidak akan diutak-atik setidaknya sampai 2023. Lebih lanjut, pria yang menggantikan Janet Yellen tersebut mengatakan bahwa otoritas moneter masih akan melanjutkan program pembelian asetnya atau yang lebih dikenal dengan quantitative easing (QE).

Artinya terjadi peningkatan neraca bank sentral AS sebesar hampir US$ 3,4 triliun. Neraca bank sentral kemudian mulai susut seiring dengan normalisasi kebijakan moneter setelahnya menjadi US$ 3,84 triliun pada September tahun lalu.

Namun neraca the Fed kembali naik hingga lebih dari US$ 4,1 triliun pada awal tahun ini. Aset bank sentral Adidaya itu semakin menggembung saat pandemi Covid-19 melanda. Hanya dalam hitungan bulan neraca the Fed tembus US$ 7,36 triliun.

Apabila pada periode sebelumnya butuh waktu 6 tahun untuk meningkatkan neraca bank sentral sebesar lebih dari US$ 3,4 triliun. Sekarang hanya butuh waktu kurang dari 12 bulan.

Kebijakan ini masih akan terus ditempuh the Fed. Implikasinya adalah semakin bengkaknya defisit anggaran dan membuat dolar AS semakin tertekan. Ini memberikan keuntungan bagi emas sebagai aset minim risiko (safe haven).

Apabila melihat periode krisis sebelumnya (krisis keuangan 2008), QE yang dilakukan oleh the Fed membuat neraca bank sentral menggelembung dari US$ 995 miliar pada pertengahan September 2008 menjadi US$ 4,4 triliun pada Maret 2018.

yang di dalamnya mencakup bantuan perorangan senilai US$ 600. Setelah sekian lama menjalani negosiasi yang alot, stimulus yang ditunggu-tunggu akhirnya deal juga. Pasar pun merespons positif terhadap hal tersebut.

Ke depan ekonomi AS diyakini masih bakal bergantung pada stimulus, sehingga penguatan emas masih berpeluang terjadi. 

“Dari semua yang saya lihat, saya percaya bahwa ini mungkin bukan paket stimulus terakhir, karena beberapa masalah yang kita hadapi adalah masalah struktural yang pasti akan menghantui kita hingga 2021, dari perspektif ekonomi, “kata Steve Dunn, Kepala exchange-traded product di Aberdeen Standard Investment kepada Kitco News.

Setidaknya, Dunn mengatakan suku bunga tidak akan naik tahun depan, yang akan tetap menjadi dukungan signifikan bagi logam mulia tersebut. Dia menambahkan bahwa bahkan tanpa adanya stimulus lebih lanjut, suku bunga rendah juga akan menekan dolar AS. Ini yang menjadi daya tarik emas

Dunn mengatakan bahwa pasar obligasi mungkin akan menjadi faktor bullish terbesar untuk logam mulia pada tahun 2021. Jumlah hutang yang memiliki imbal hasil negatif di seluruh dunia sekarang bernilai lebih dari US$ 18 triliun.

“Target emas di level US$ 1.925 menjelang Natal masih dalam jangkauan”, kata direktur perdagangan global Kitco Metals Peter Hug.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kitco terhadap analis Wall Street maupun responden dari Main Street. Setidaknya ada 75% dari mereka yang berpandangan tren harga emas akan naik pekan ini (bullish) – PT RIFAN FINANCINDO

Sumber : cnbcindonesia.com

Leave a comment