Rifan Financindo – Dimakan Corona Mutasi, Sejauh Mana Harga Emas Bakal Ambrol

RIFAN FINANCINDO BANDUNG – Harga emas dunia kembali melemah pada perdagangan Selasa, setelah bergerak fluktuatif awal pekan kemarin.

turut “memakan” harga emas dunia.

Melansir data Refinitiv, kemarin emas sempat melesat 1,37% ke US$ 1.906,46/troy ons. Tetapi tidak lama dari level tertinggi tersebut logam mulia ini jeblok ke US$ 1.856,29/troy ons, merosot 1,3% dibandingkan penutupan perdagangan pekan lalu. Tetapi jika dilihat dari level tertinggi yang dicapai hari ini, emas jeblok 2,6%.

Di penutupan perdagangan, emas dunia melemah 0,21% ke US$ 1.876,21/troy ons.

Ambrolnya harga emas dunia terjadi akibat lonjakan kasus virus corona di berbagai negara yang menyebabkan pembatasan sosial yang lebih ketat kembali diterapkan, selain juga virus corona di Inggris yang bermutasi.

Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengumumkan temuan varian baru virus corona bernama VUI 202012/01 atau dalam klaster pohon filogenetiknya (pohon kekerabatan berdasarkan data genetik) disebut sebagai varian B.1.1.7.

Varian baru virus Covid-19 tersebut dikabarkan memiliki 70% peluang penularan lebih tinggi ketimbang strain awalnya. Akibatnya, banyak negara-negara yang menutup perbatasannya dengan Inggris.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengidentifikasi virus ini di Denmark, Belanda, dan Australia.

Kabar tersebut juga berdampak pada pasar keuangan global, sentimen pelaku pasar memburuk dan aset-aset berisiko rontok. Tidak hanya itu, aset aman (safe haven) seperti emas juga ikut melemah.

Hal ini mengingatkan akan bulan Maret lalu saat virus corona ditetapkan sebagai pandemi. Saat kedua aset yang berlawanan sifat tersebut mengalami aksi jual masif dan ambrol, hingga muncul istilah “cash is the king”. Tetapi bukan sembarang uang tunai (cash), tetapi hanya dolar Amerika Serikat (AS).

Indeks dolar AS, yang menjadi tolak ukur kekuatan mata uang Paman Sam, menyentuh level 102,99 naik 6,85%, dan berada di level tertinggi sejak Januari 2017.

Maklum saja, demi meredam penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19), pemerintah di berbagai negara menerapkan kebijakan pembatasan sosial (social distancing) dan karantina (lockdown), sehingga roda perekonomian menjadi melambat bahkan nyaris mati suri, dan nyungsep ke jurang resesi.

Terjadi kepanikan di pasar keuangan yang memicu aksi jual aset secara luas, dan semua investasi tertuju ke dolar AS yang dianggap mata uang safe haven dan bisa diterima di mana saja.

Penguatan dolar AS kala itu menambah pukulan bagi emas. Hanya dalam tempo 5 hari perdagangan, 9 sampai 16 Maret harga emas ambrol nyaris 10%.

Tetapi setelah itu, bank sentral dan pemerintah di berbagai negara bertindak cepat dengan menggelontorkan stimulus moneter dan fiskal guna menanggulangi Covid-19 sekaligus membangkitkan perekonomian.

Stimulus tersebut membuat jumlah uang beredar di perekonomian AS bertambah, yang membuat dolar AS “sang raja”, justru berbalik ambrol hingga meyentuh level 89,822 pada pekan lalu, melemah 6,81% YtD, dan berada di level terendah sejak April 2018. 

Sebaliknya, stimulus moneter dan fiskal tersebut menjadi “bahan bakar” bagi emas, ditambah dengan ambrolnya indeks dolar AS membuat logam mulia ini meroket hingga mencetak rekor termahal sepanjang sejarah US$ 2.072,49/troy ons, pada 7 Agustus lalu. 

Namun, sejak Senin kemarin, indeks dolar AS bangkit merespon kabar mutasi virus corona. Indeks tersebut bahkan sempat melesat lebih dari 1%, sebelum terpangkas dan berakhir di level 90,043 nyaris stagnan dibandingkan posisi akhir Jumat pekan lalu. Pergerakan tersebut membuat emas dunia jeblok 2,6% dari level tertinggi hingga level terendah

Sementara hari ini, kembali naik 0,25% ke 90,266, dan harga emas turun sempat 0,5% ke US$ 1.866,15/troy ons – RIFAN FINANCINDO

Sumber : cnbcindonesia.com

Leave a comment